Rabu, 24 November 2010

Memberdayakan Olah Raga

Baru sebagian warga Jawa Barat yang menyadari olah raga sebagai sebuah
kebutuhan. Kesadaran ini belum merata di semua lapisan masyarakat. Penyebabnya
bukan ketidaktahuan akan manfaat olah raga namun lebih karena kebiasaan dan
gaya hidup serta perbedaan cara pandang tentang olah raga.

Pergeseran orientasi terhadap jenis dan nilai olah raga terjadi akibat
perubahan dalam gaya hidup. Pertama, gaya hidup yang berorientasi mengejar
kesenangan dan kenyamanan fisik berpengaruh nyata terhadap perubahan kultur
gerak. Banyak karyawan atau pekerja kantoran menghindari naik turun tangga.
Mereka lebih suka menggunakan lift. Pada masa usia dini, "kenyamanan" pun
secara tidak sadar ditanamkan. Alih-alih harus berjalan kaki, anak-anak
berangkat ke sekolah dengan menggunakan kendaraan antar jemput.

Kedua, pergeseran gaya hidup pun memengaruhi masyarakat dalam memandang olah
raga. Berolah raga kini tidak selalu dikaitkan dengan kompetisi dan prestasi,
tetapi juga karena tujuan lain, terutama sebagai gaya hidup. Itulah sebabnya,
klub-klub senam kebugaran, pengobatan, dan kemolekan tubuh marak di mana-mana
dan lebih populer dibandingkan senam ritmik dan cabang prestatif lainnya.

Ketiga, pilihan jenis dan tujuan olah raga pun bergeser. Orientasi olah raga
yang langsung atau tidak langsung bersifat ekonomi tumbuh semakin tajam.

Orientasi ekonomi langsung, terlihat pada "perkawinan" antara olah raga dengan
ekonomi. Olah raga pun kini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Bahkan dalam dua dekade terakhir, ekonomi olah raga tumbuh dengan eskalasi
makin besar. Kontribusi olah raga bagi pertumbuhan ekonomi tampak dalam
pengembangan industri olah raga.

Di negara maju olah raga sudah terindustrialisasi secara masif. Perubahan
struktur ini juga diikuti dengan penanaman nilai-nilai profesionalisme secara
ketat. Semakin besar nilai, kontrak, misalnya, semakin berat beban
profesionalisme sang atlet.

Ternyata, industrialisasi olah raga pun mengalami globalisasi. Seperti juga di
bidang lain di luar olah raga, globalisasi industri olah raga pun membuat
bangsa kita tergagap. Kita tidak siap bersaing dan hanya menerima luberan
pengaruh kultur olah raga pada skala global.

Nilai profesionalisme pun mulai ditanamkan di kalangan atlet nasional, meski
tidak utuh seperti yang berlaku pada masyarakat yang industri olah raganya
sudah maju. Namun gejala umum berlaku dalam dunia olah raga kita adalah bahwa
ternyata perubahan stuktur (seperti aturan transfer) tidak selalu diikuti
kultur profesional. Itulah sebabnya, tawuran kerap terjadi pada ajang yang
mengusung bendera profesionalisme.

Pengaruh olah raga terhadap ekonomi juga bisa bersifat tidak langsung. Olah
raga telah mengurangi beban pengeluaran masyarakat dalam aspek kesehatan.
Derajat kebugaran jasmani dan kesehatan yang baik akan menurunkan biaya
perawatan kesehatan, dan malah meningkatkan produktivitas kerja.

Dalam konteks pembangunan Jawa Barat, pembinaan olah raga diharapkan memberikan
daya ungkit (leverage) bagi pencapaian target pembangunan masyarakat. Meski
tidak langsung, daya ungkit olah raga bagi pencapaian Akselerasi Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat Guna Mendukung Pencapaian Visi Jawa Barat 2010
diyakini akan signifikan.

Pencapaian visi dan misi pemerintah daerah membutuhkan dukungan semua pihak.
Pada sisi ini, derajat kesehatan aparatur dan masyarakat yang baik secara tidak
langsung akan berdampak terhadap peningkatan kinerja dan kualitas penyelesaian
tugas.

Bagaimanapun peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia Jawa
Barat, pengembangan struktur perekonomian regional yang tangguh, dan pemantapan
kinerja pemerintah daerah membutuhkan dukungan aparatur yang sehat. Demikian
pula dengan peningkatan implementasi pembangunan berkelanjutan dan peningkatan
kualitas kehidupan sosial yang berlandaskan agama dan budaya daerah membutuhkan
dukungan masyarakat yang sehat secara fisik dan mental.

Pemberdayaan masyarakat

Olah raga telah lama menjadi instrumen pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.
Peran ini bukan hanya diperlihatkan dalam ajang Pekan Olah Raga Nasional (PON)
I yang terkesan heroik, tetapi juga diperlihatkan dalam berbagai even olah raga
yang digelar sebelumnya.

Kini, lingkungan strategis olah raga telah berubah. Tantangan yang dihadapi
bangsa-bangsa bukan melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, tetapi memacu
persaingan dan mengejar kesetaraan dalam hubungan antarbangsa. Dalam lingkup
global, terjadi peningkatan kesadaran akan saling ketergantungan antarbangsa
melalui difusi kultur olah raga. Dalam konteks ini, permasalahan sistem
keolahragaan nasional tidak terlepas dari tekanan politik, ekonomi, dan budaya
global.

Sementara dalam skala nasional, perubahan paradigma pembangunan nasional ke
arah desentralisasi diikuti pula perubahan dalam kebijakan pembinaan olah raga
yang searah dengan demokratisasi dalam segala bidang. Pembinaan olah raga akan
lebih banyak melibatkan partisipasi dan prakarsa masyarakat. Perubahan ini
semestinya diikuti oleh pemberdayaan masyarakat di bidang olah raga.

Selaras dengan semangat zaman, derajat partisipasi masyarakat dalam pembangunan
olah raga akan menentukan postur dan kemajuan pembangunan olah raga suatu
daerah. Masyarakat bukan hanya perlu didorong dalam menjadikan olah raga
sebagai kebutuhan, tetapi juga mengambil peran dalam memajukan olah raga
daerah.

Pembangunan olah raga yang bertumpu pada peran serta masyarakat dulu telah
dicoba dalam kemasan gerakan memasyarakatkan olah raga dan mengolah ragakan
masyarakat. Gerakan ini memerlukan revitalisasi sehingga menjadi focal concern
baru. Hal ini bukan tidak mungkin, karena tekanan hidup menuntut masyarakat
mengubah pola hidup. Pilihan pola hidup sehat dapat menjadi solusi di saat
krisis. Tentu saja kebijakan ini memerlukan instrumen pendukungnya.

Pembangunan sarana prasarana olah raga selain harus memperhatikan sebaran
demografis juga tidak melupakan kebutuhan penyediaan pelayanan olah raga bagi
anggota masyarakat yang memiliki keterbatasan khusus.

Pengembangan pelayanan olah raga untuk untuk kelompok khusus, terutama untuk
orang cacat masih membutuhkan peningkatan dalam berbagai aspek. Untuk pembinaan
kelompok khusus ini, kita masih kekurangan tenaga pembina yang kompeten maupun
sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan pembinaan.

Sedangkan dalam hal pembinaan olah raga prestasi perlu didukung peningkatan
sarana prasaran olah raga dan sumberdaya manusia yang kompeten. Pembinaan olah
raga prestasi diletakkan di atas landasan pendidikan jasmani dalam berbagai
jenis dan jenjang pendidikan. Pembinaan dilakukan dengan memperhatikan beberapa
kecenderungan berikut.

Pertama, introduksi dan penerapan teknologi olah raga untuk mendorong efisiensi
pembinaan olah raga prestasi. Sayangnya industri olah raga dalam negeri baru
sebatas memperoleh hak paten untuk memproduksi peralatan olah raga. Hal ini
menunjukkan betapa tertinggalnya riset dan pengembangan dalam bidang keolah
ragaan, baik di perguruan tinggi maupun di lembaga riset swasta dan milik
pemerintah.

Prioritas riset dan pengembangan bisa diletakkan dalam upaya reservasi jenis
olah raga tradisional yang menjadi bagian dari pranata sosial budaya masyarakat
namun mulai ditinggalkan pendukungnya. Selain itu, riset dan pengembangan pun
perlu diarahkan pada penyediaan peralatan dan perlengakapan olaharaga sehingga
tidak sepenuhnya bergantung kepada produk luar negeri yang mahal.

Pemajuan aspek-aspek di atas membutuhkan keterlibatan semua pihak. Tidak hanya
keterlibatan jajaran pemerintahan daerah, tetapi juga keterlibatan dan prakarsa
para pengusaha, tokoh masyarakat, dan elemen lain.

Sudah saatnya prestasi olah raga Jawa Barat beranjak pada level yang lebih
bergengsi. Hal ini bukan perkara yang absurd, mengingat potensi yang dimiliki
masyarakat Jawa Barat lebih dari memadai. Bukan hanya potensi atlet, tetapi
juga potensi dalam pembinaan. Karena itu, kata kunci pemajuan olah raga di Jawa
Barat adalah membangun sinergi, paheuyeuk-heuyeuk leungeun dalam menjadikan
olah raga sebagai budaya masyarakat dan pembinaan olah raga prestasi di Jawa
Barat.***



http://www.freelists.org/archives/ppi/09-2006/msg00118.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar